Politisi Partai Gerindra sekaligus
anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat |
JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Gerindra berubah sikap terkait
pembahasan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden. Sebelumnya,
Gerindra mendorong adanya perubahan dalam sejumlah ketentuan di UU tersebut.
Kini, Gerindra menyatakan tak masalah jika UU Pilpres tak diubah. Alasannya,
waktu penyelenggaraan pemilu yang semakin dekat.
"Gerindra tak ada masalah. Kami siap berapa pun kalau 20 persen silakan karena 20 persen pun kemungkinan besar tidak ada partai yang sampai ke situ. Jadi, semua akan mendorong ke koalisi," ujar Martin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Ia menekankan, Gerindra siap berkoalisi dengan partai mana pun untuk mengusung Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Koalisi, kata Martin, satu-satunya cara agar partai bisa mengusung kandidat capres.
"Kami sebenarnya targetnya asal bisa usung Prabowo saja. Tapi, kalau hanya dapat 6-7 persen, malu juga," kata Martin.
Menurutnya, saat ini, ada dua pandangan yang berkembang dalam proses pembahasan revisi UU Pilpres di Badan Legislasi (Baleg). Pertama, kelompok yang menginginkan Baleg memutuskan angka presidential threshold (PT) dalam UU Pilpres. Sementara, pandangan kedua menginginkan agar pembahasan revisi UU Pilpres diendapkan saja.
"Kalau menurut kami, putuskan saja 20 atau 30 persen. Tapi, jangan diendapkan seolah-olah kami enggak pernah bahas. Ini sudah 1,5 tahun dibahas, ratusan pasal sudah diubah, tinggal satu pasal saja yang soal PT, apalagi waktunya sudah semakin sempit," papar Martin.
"Gerindra tak ada masalah. Kami siap berapa pun kalau 20 persen silakan karena 20 persen pun kemungkinan besar tidak ada partai yang sampai ke situ. Jadi, semua akan mendorong ke koalisi," ujar Martin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Ia menekankan, Gerindra siap berkoalisi dengan partai mana pun untuk mengusung Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Koalisi, kata Martin, satu-satunya cara agar partai bisa mengusung kandidat capres.
"Kami sebenarnya targetnya asal bisa usung Prabowo saja. Tapi, kalau hanya dapat 6-7 persen, malu juga," kata Martin.
Menurutnya, saat ini, ada dua pandangan yang berkembang dalam proses pembahasan revisi UU Pilpres di Badan Legislasi (Baleg). Pertama, kelompok yang menginginkan Baleg memutuskan angka presidential threshold (PT) dalam UU Pilpres. Sementara, pandangan kedua menginginkan agar pembahasan revisi UU Pilpres diendapkan saja.
"Kalau menurut kami, putuskan saja 20 atau 30 persen. Tapi, jangan diendapkan seolah-olah kami enggak pernah bahas. Ini sudah 1,5 tahun dibahas, ratusan pasal sudah diubah, tinggal satu pasal saja yang soal PT, apalagi waktunya sudah semakin sempit," papar Martin.
KOMPAS ILUSTRASI: Tahapan Pemilu
2014
Anggota Komisi III DPR ini mendesak
agar Baleg segera melakukan rapat pleno dalam dua pekan ke depan. Pleno ini,
katanya, harus menghasilkan keputusan tentang jadi atau tidaknya UU Pilpres
diubah.
Pemilu sudah dekat
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan belum merancang jadwal dan tahapan pilpres karena masih menunggu kepastian nasib Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Padahal, Pemilihan Umum Presiden 2014 tinggal sekitar 10 bulan lagi.
"Kami belum mengatur jadwal dan tahapan untuk pilpres," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Bahkan, jadwal pelaksanaan pemungutan suara untuk pilpres sampai saat ini juga belum ditetapkan.
Selain itu, peraturan KPU yang menyangkut teknis pelaksanaan pilpres juga belum satu pun dibuat. Menurut Hadar, KPU sudah memiliki rancangan peraturan tentang penyelenggaraan pilpres, tetapi belum ada rancangan yang benar-benar pasti.
Sebab, KPU masih menunggu kejelasan mengenai UU No 42/2008 yang rencananya akan diubah oleh DPR. UU itulah yang akan dijadikan pedoman KPU dalam menyusun jadwal dan tahapan, persyaratan pencalonan, serta peraturan teknis penyelenggaraan pilpres lainnya.
"Kalau jadwal dan tahapan serta peraturan lain kami buat sekarang, nanti kalau ternyata UU-nya berbeda, kami yang disalahkan," tuturnya.
Oleh karena itu, KPU berharap DPR segera memutuskan nasib UU No 42/2008, apakah akan diubah atau tidak. Dengan demikian, KPU bisa segera mempersiapkan Rancangan Peraturan KPU. Bukan hanya terkait dengan jadwal dan tahapan, serta syarat pencalonan, peraturan lain, seperti kampanye dan dana kampanye, juga harus segera dipersiapkan.
Pemilu sudah dekat
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan belum merancang jadwal dan tahapan pilpres karena masih menunggu kepastian nasib Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Padahal, Pemilihan Umum Presiden 2014 tinggal sekitar 10 bulan lagi.
"Kami belum mengatur jadwal dan tahapan untuk pilpres," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Bahkan, jadwal pelaksanaan pemungutan suara untuk pilpres sampai saat ini juga belum ditetapkan.
Selain itu, peraturan KPU yang menyangkut teknis pelaksanaan pilpres juga belum satu pun dibuat. Menurut Hadar, KPU sudah memiliki rancangan peraturan tentang penyelenggaraan pilpres, tetapi belum ada rancangan yang benar-benar pasti.
Sebab, KPU masih menunggu kejelasan mengenai UU No 42/2008 yang rencananya akan diubah oleh DPR. UU itulah yang akan dijadikan pedoman KPU dalam menyusun jadwal dan tahapan, persyaratan pencalonan, serta peraturan teknis penyelenggaraan pilpres lainnya.
"Kalau jadwal dan tahapan serta peraturan lain kami buat sekarang, nanti kalau ternyata UU-nya berbeda, kami yang disalahkan," tuturnya.
Oleh karena itu, KPU berharap DPR segera memutuskan nasib UU No 42/2008, apakah akan diubah atau tidak. Dengan demikian, KPU bisa segera mempersiapkan Rancangan Peraturan KPU. Bukan hanya terkait dengan jadwal dan tahapan, serta syarat pencalonan, peraturan lain, seperti kampanye dan dana kampanye, juga harus segera dipersiapkan.
0 komentar:
Posting Komentar